OLEH: NURHUDA, S.Pd, MM
Wakil Bid.
Penjamin Mutu Pendidikan SMPN 1 Babat Toman
Wakil Bid.
Penjamin Mutu Pendidikan SMPN 1 Babat Toman
Pembenahan pendidikan di sekolah melalui
kultur sekolah, belum banyak diperhatikan dan dikembangkan. Sasaran peningkatan
mutu pendidikan dipandang tidak cukup hanya pada aspek proses pembelajaran,
kepemimpinan dan manajemen, kendatipun ketiga aspek tersebut pada dasarnya
memberikan kotribusi yang sangat signifikan terhadap mutu sekolah. Namun satu
aspek yang tidak dapat diabaikan sebagai penentu keberhasilan penyelanggaraan
proses pendidikan di sekolah adalah kultur sekolah. Kultur sekolah yang baik
diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki
nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Seorang ahli pendidikan
mengemukakan bahwa “kegagalan kepala
sekolah dalam mengelola sekolah dikarenakan kegagalan memanej kultur sekolah dengan
baik”.
Hubungan kultur sekolah dengan mutu
pendidikan terlihat dari hasil The Third International Math and Science Study
(TIMSS) bahwa faktor penentu kualitas pendidikan bukan hanya menekankan faktor
fisik saja, seperti kebedaraan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan
laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non fisik, yakni
berupa kultur sekolah (Zamroni, 2000). Kultur sekolah adalah karakter atau
pandangan hidup yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol dan
kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Kultur
sekolah bersifat bottom-up, bahwa asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan dibangun atas kesadaran dan
kehendak dari warga sekolah sehingga merupakan suatu kesepakatan bersama yang
diyakini sebagai instrument dan pendorong semangat untuk mencapai yang
terbaik terhadap efektifitas pengelolaan sekolah sehingga diharapkan semakin
kondusif kultur sekolah maka makin berkembang atau efektiflah peningkatan mutu
sekolah yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah.
Kultur sekolah ada yang bersifat postitif,
negatif, dan netral. Kultur yang bersifat positif adalah kultur yang mendukung
peningkatan mutu pendidikan, seperti menjalin networking dalam mencapai
prestasi akademik dan non akademik, adanya subsidi silang antar sekolah,
memberi penghargaan terhadap yang berprestasi, komitmen dalam belajar, saling
percaya antar warga sekolah, dan se bagainya. Kultur yang bersifat negatif
adalah kultur yang menghambat peningkatan mutu pendidikan, seperti banyak jam
pelajaran yang kosong, siswa takut berbuat salah, siswa takut
bertanya/mengemukakan pendapat, kompetisi yang tidak sehat di antara para
siswa, perkelahian antar siswa atau antar sekolah dan sebagainya. Sedangkan
kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung peningkatan mutu
pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru dan karyawan, dan
sebagainya.
Pengembangan kultur sekolah harus menjadi
prioritas penting. Semua warga sekolah memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan kultur sekolah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Sekolah
yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik akan menghasilkan
prestasi belajar yang tinggi baik akademik maunpun non akademik. Artinya, dalam
memperbaiki mutu sekolah tanpa adanya kultur sekolah yang positif maka
perbaikan itu tidak akan tercapai, sehingga kultur sekolah harus menjadi
komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta didukung oleh
stakeholder sekolah. Dengan kultur sekolah yang positif dan mewaspadai adanya
kultur negatif, maka suasana kebersamaan, kolaborasi, semangat untuk maju dan
berkembang, dorongan bekerja keras dan kultur belajar mengajar yang bermutu
akan dapat diciptakan.
0 komentar:
Posting Komentar